618484 ke duanya

PROPOSAL TESIS



 ADA 150 HALAMAN
 

PROPOSAL TESIS


PENGARUH   LINGKUNGAN KERJA, KOMUNIKASI, MOTIVASI BIDAN DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KOMITMEN BIDAN
DESA DALAM PENERAPAN STANDAR ASUHAN
14 T DI PUSKESMAS WILAYAH ...............



DI SUSUN OLEH
...................................
................................
 





PEMINATAN KESEHATAN REPRODUKSI
PROGRAM STUDI PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ...........................................................................
JAKARTA
20.....





 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional berguna untuk mencapai kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan dapat dilihat dari rendahnya Angka Kematian Ibu (AKI) (Ramadhani, 2014).
Salah satu masalah kesehatan di Indonesia adalah tingginya angka kematian ibu, hal ini perlu mendapat perhatian dengan melaksanakan program perbaikan dan peningkatan kesehatan ibu, upaya perbaikan ini terutama oleh Departemen Kesehatan melalui program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tahun 2006 sebesar 304 per 100.000 kelahiran hidup, walaupun AKI di Indonesia mengalami penurunan, namun masih jauh lebih besar bila dibandingkan dengan negara-negara Asean, yaitu Singapura sebesar 6 per 100.000 kelahiran hidup, Malaysia sebesar 6 per 100.000 kelahiran hidup, dan Vietnam sebesar 6 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2006).
Di Indonesia penyebab langsung kematian ibu mempunyai pola yang hampir sama, dimana kematian ibu terutama disebabkan oleh resiko kehamilan seperti perdarahan 30%, eklamsia 25%, infeksi 12%, kemudian komplikasi masa peurperium 8%, abortus 5%, partus lama 5%, emboli 3%, dan lain-lain 12%. Penyebab langsung kematian ibu seperti perdarahan dapat dicegah dan diantisipasi dengan pengelolaan yang baik sejak masa kehamilan, pada saat persalinan dan nifas, yang dilakukan oleh tenaga profesional (KPPN/BPPN, 2012).
AKI dan AKB di Provinsi Jawa Barat masih tinggi walaupun mengalami penurunan. Dalam tiga tahun terakhir, AKI mengalami penurunan sebesar40/26.610 KH (tahun 2011),37/26.897 KH (tahun 2012) menjadi 33/27.572 KH (tahun 2013). AKB di Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan pada tahun 2012 yaitu 9,63/1000 KH yang sebelumnya 8,38/1000 KH sedangkan pada tahun 2013 mengalami penurunan yaitu 7,69/1000 KH. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Development Goals/ MDGs 2000) pada tahun 2015, diharapkan AKI menurun menjadi 102/100.000 KH dan AKB  menjadi 23/1000 KH.
Di Puskesmas Wilayah Bekasi jumlah kematian ibu adalah 8 kasus (2013), 7 kasus (2014) dan meningkat menjadi 12 pada tahun 2015. Jumlah kejadian BBLR di Puskesmas Wilayah Bekasi adalah 161 kasus/2,4% (tahun 2013), 226/3,5% kasus (tahun 2014) dan 195/3,1% kasus (tahun 2015). Jumlah lahir mati di Puskesmas Wilayah Bekasi meningkat dari 26 kasus (tahun 2013) menjadi 27 kasus (tahun 2014), dan menurun menjadi 21 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat,  2015).

Tingginya AKI dan kematian perinatal di puskesmasdipengaruhi dari mutupelayanan antenatal yangkurang baikdilakukanolehbidan. Kualitas pelayanan antenatal atau antenatal care (ANC) yang kurang baik berisiko terjadinya kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Sistiarani, 2008). Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan primer berfungsi memberikan pelayanan bidang kesehatan kepada masyarakat. Puskesmas sebagai pemberi layanan publik harus bermutu dan mampu memberikan kepuasan kepada masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Paat (2014), pelayanan publik yang dilakukan Puskesmas Motoling secara kuantitas dan kualitas telah berjalan baik terlihat dari program kerja dan kegiatan semuanya dapat terealisasi dengan baik serta pencapaian pemeriksaan ibu hamil dan K4 melebihi target yang direncanakan, secara kualitas pekerjaan tangible (bukti fisik), menurut pasien memuaskan dilihat dari kebersihan, ketersediaan peralatan medis, dan ketersediaan obat, ketepatan waktu juga sudah bagus, dilihat dari disiplin pegawai yang datang tepat pada waktunya.
Peningkatan kasus kematian ibu dapat juga disebabkan kurangnya disiplin bidan dalam menerapkan pelayanan ANC, salah satunya adalah tidak menerapkan upaya keselamatan pasien seperti identifikasi pasien dan kurangnya komunikasi yang efektif. Salah satu pelayanan kesehatan di puskesmas adalah pelayanan kebidanan yang menangani berbagai masalah/kasus kebidanan dan yang sangat berperan dalam pemberian pelayanan kebidanan adalah bidan.  Pelaksanaan  pelayanan  kebidanan  dipuskesmas dipengaruhi oleh bidan itu sendiri, karena bidan harus memiliki kualitas bekerja dalam memberikan pelayanan kebidanan.
Salah satu upaya instansi dalam mempertahankan kualitas kerja bidan adalah dengan cara memperhatikan komitemn bidan. Bidan juga dituntut untuk komitmen dalam bekerja. Masalah komitmen kerja merupakan masalah yang perlu diperhatikan, sebab dengan adanya komitmen, dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan organisasi (Hasibuan, 2008). Kemauan kerja bidan juga tercermin dalam komitmen melaksanakan pekerjaan. Bidan yang sering terlambat, tertidur saat jam kerja sedang aktif, atau pulang lebih awal dari jam kerja merupakan cermin dari perilaku bidan yang tidak komitmen.
Menurut Luthans (2006) komitmen merupakan sebagai keinginan yang kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu. Komitmen merupakan proses yang berkelanjutan dimana para anggota organisasi masingmasing menyumbangkan kontribusi terhadap kemajuan organisasi. Komitmen yang tinggi akan sangat menentukan tingkat retensi karyawan dan produktivitas kerja yang baik serta rasa memiliki. Hal-hal ini akan memberi hasil berupa kinerja yang baik maupun buruk. Menurut Depkes (2007) pelayanan kesehatan yang dilakukan bidan akan terlaksana secara optimal apabila setiap bidan memahami komitmen kerjanya sebagai bidan kerja. Komitmen kerja bidan adalah suatu janji dari seorang bidan atau kebulatan tekad untuk melaksanakan kegiatannya sebagai seorang bidan sesuai dengan tujuan,kedudukan,dan cakupan yang sudah ditentukan dalam tugasnya.Komitmen kerja bidan terdiri dari : Bidan komitmen terhadap peningkatan cakupan pelayanan, Bidan komitmen terhadap kebijaksanaan Departemen Kesehatan, Bidan komitmen terhadap tugas manajemen KIA dan administrasi/pencatatan dan pelaporan serta bidan berkomitmen terhadap penerapan standara suhan 14 T.
Komitmen bidan dalam melaksankan tugas menangani perdarahan persalinan merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam lingkungan kerjanya. Menurut Chow& Holden (2007), tidak adanya komitmen karyawan pada organisasi dapat mengurangi efektivitas organisasi. Selain itu, karyawan yang memiliki komitmen pada organisasi cenderung untuk tidak berhenti dan mengundurkan diri (Wasti, 2003). Hal ini tentunya membuat perusahaan dapat mengurangi pengeluarannya untuk karyawan. Karyawan yang memiliki komitmen juga memerlukan sedikit pengawasan dibandingkan karyawan yang tidak memiliki komitmen. Seorang karyawan yang berkomitmen akan mempersepsikan dan mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan dapat berpikir mengenai tujuan dirinya dan tujuan organisasi sebagai satu kesatuan yang akan dicapainya.
Disipilin juga menjadi pendorong seseorang melaksanakan suatu kegiatan guna mendapatkan hasil yang baik. Oleh karena bidan yang mempunyai disipilin kerja tinggi akan mempunyai kinerja yang tinggi juga. Hasil penelitian Sunarcahaya (2008) di Universitas Sumatera Utara bahwa faktor disipilin kerja telah memberi semangat kerja bidan baik dari dalam maupun dari luar bidan sehingga disipilin kerja bidan dapat meningkatkan kinerja bidan. Dengan sering tidak disiplinnya bidan maka target penyelesaian pekerjaan tidak pernah tercapai yang pada gilirannya berpengaruh terhadap kinerja puskesmas (Kemenkes, 2012).
Hasibuan (2010) menjelaskan bahwa disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepada pegawai. Disiplin kerja pegawai dalam organisasi merupakan satu fungsi dari manajemen sumber daya manusia karena dengan kondisi yang penuh dengan disiplin, pegawai dapat diharapkan menjadi tonggak dasar yang tangguh pada suatu organisasi untuk mencapai tujuan. Dengan adanya pegawai yang berdisiplin kerja, dimana mereka mematuhi segala aturan dalam organisasi, kondisi tersebut akan memberikan dukungan positif kepada pencapaian tujuan organisasi yang pada umumnya dikendalikan  oleh manusia dengan aneka ragam disiplin ilmu, keterampilan dan tanggungjawab.
Kedisiplinan merupakan fungsi operatif manajemen sumber daya manusia yang terpenting karena semakin baik disiplin kerjanya akan semakin tinggi prestasi kerjanya yang dapat dicapai. Disiplin kerja bidan puskesmas yang terdapat dalam suatu unit pelayanan berbeda-beda. Ada bidan yang rajin dan tekun dalam bekerja sehingga sangat produktif dan mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan antenatal. Sebaliknya ada juga bidan puskesmas yang malas dan kurang memiliki etos kerja yang baik sehingga produktivitasnya rendah (Hasibuan, 2003).
Dampak bidan yang memiliki disiplin yang rendah adalah pelayanan kepada pasien yang sering terabaikan, tingkat keluhan pasien meningkat dan jumlah kunjungan pasien yang menurun. Selain kondisi disiplin bidan, peranan kepemimpinan juga memegang perananyang sangat penting dalam upaya meningkatkan disiplin kerja bidan. Disiplin kerja yang tinggi akan mempercepat pencapaian tujuan organisasi sedangkan disiplin kerja yang rendah akan menjadi penghalang dan memperlambat tujuan pencapaian organisasi. Kegiatan pendisiplinan perlu dilaksanakan untuk mendorong bidanagar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong bidan untuk datang tepat pelayanan, memiliki sikap mental yang positif dan pemahaman ANC yang baik. Jika bidan datang memiliki karakteristik tersebut dan melaksanakan tugas sesuai dengan tugas yang diembannya dan taat pada peraturan organisasi maka diharapkan sumber daya manusia di organisasi meningkat. Untuk itu setiap bidan selain memiliki disiplin kerja dituntut untuk memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan, juga harus mempunyai pengalaman, motivasi dan semangat kerja tinggi, sehingga jika disiplin perawat baik maka kinerja bidan juga akan meningkat(Handoko, 2008).
Berbagai hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa tingkat kedisiplinan bidan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan Puskesmas belum optimal. Penelitian Prasojo (2005), menemukan hasil bahwa disiplin bidan di Tangerang menunjukkan bidan pelaksana 50 % memiliki disiplin kerja baik dan 50 % berdisiplin kerja masih kurang baik. Hal ini diperkuat dengan penelitian Sukamto (2005), juga menemukan disiplin kerja bidan dirumah sakit Islam Samarinda memiliki disiplin tinggi 49,5% dan rendah 50,5 %.
Banyak faktor yang dapat meningkatkan disiplin bidan diantaranya peran pimpinan, kompensasi, motivasi kerja dan kemampuan kerja bidan. Kepemimpinan bidan sangat dipengaruhi oleh model kepemimpinan atasan. Hal ini tercermin dari kurang tegasnya pimpinan dalam mengarahkan dan mengawasi bidan pelaksana, sehingga pekerjaan yang mudah sekalipun tidak dapat diselesaikan dengan baik dan memakan waktu yang lama. Bidan kurang diberikan arahan dan bimbingan yang jelas mengenai keterampilan berpikir kritis dan pendekatan sistem untuk penyelesaian masalah serta pembuatan keputusan kebidanan dalam konteks pemberian asuhan kebidanan. Pemimpin adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi kelompok menuju satu visi atau tujuan yang dikelompokan tersebut. Kepemimpinan atasan merupakan cara yang digunakan oleh pemimpin dengan bawahanya, baik yang bersifat bantuan personal maupun konteks pekerjaan. Kepemimpinan kepala ruangan untuk memimpin bidan pelaksana akan mempengaruhi semangat kerja bidan pelaksana. Kepemimpinan atasan yang efektif atau baik adalah kepemimpinan atasan yang dapat menyesuaikan dengan kematangan bawahan yaitu kepemimpinan atasan situasional sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja dari bawahan. (Thoha, 2010)
  Faktor lain yang turut mendukung tidak optimalnya disiplin bidan adalah rendahnya motivasi bidan. Motivasi kerja berkaitan erat dengan aktualisasi diri dan pemenuhan kebutuhan individu bidan. Bidan yang terpenuhi kebutuhannya maka aktivitas kerjanya akan semakin tinggi, karena kerja bidan hanya terfokus pada penyelesaian beban kerjanya tanpa harus memikirkan hal-hal lain di luar tugas dan wewenangnya sebagai bidan. Seseorang bidan yang mempunyai motivasi yang tinggi akan bersemangat untuk menekuni dunia yang akan digeluti atau profesinya. Motivasi juga akan meningkatkan usaha seseorang untuk mencapai tujuannya. Bidan harus memiliki tiga kompetensi utama untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam memberikan pelayanan kebidanan yang berkualitas, yaitu:  pengetahuan, sikap dan keterampilan yang didapat di bangku kuliah atau pendidikan kebidanan. Pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh motivasi dan persepsi tentang figur seorang bidan.
Sujak (2008) dalam Ermayanti (2010), mengemukakan bahwa pemahaman motivasi, baik yang ada dalam diri pegawai maupun yang berasal dari lingkungan akan dapat membantu dalam peningkatan disiplin kerja. Dalam hal ini seorang pimipinan perlu mengarahkan motivasi dengan menciptakan kondisi (iklim) organisasi melalui pembentukan budaya kerja sehingga para pegawai merasa terpacu untuk bekerja lebih keras agar disiplin kerja yang dicapai juga tinggi. Pemberian motivasi harus diarahkan dengan baik menurut prioritas dan dapat diterima dengan baik oleh pegawai, karena motivasi tidak dapat diberikan untuk setiap pegawai dengan bentuk yang berbeda-beda.
Hasil penelitian Nirmala(2009) menunjukkan adanya pengaruh motivasi terhadap peningkatan disiplin bidan desa di Kabupaten Malang. Selanjutnya Penelitian Daulay Doharni (2010) bahwa masa kerja, pelatihan, minat dan motivasi mempunyai hubungan dengan disiplin kerja bidan di Rumah sakit Kota Medan. Penelitian Suparti Sri (2010) menunjukkan peran bidan dalam pelaksanaan penanganan BBLR di Kabupaten Boyolali, yang hasil penelitiannya menyatakan terdapat pengaruh secara parsial maupun simultan antara motivasi bidan terhadap disiplin bidan dalam pelaksanaan manajamen penatalaksanaan bayi berat lahir rendah.
Selain faktor kepemimpinan dan motivasi bidan, disiplin juga dipengaruhi oleh faktor kompensasi finansial. As'ad (2008) dari berbagai pendapat para ahli mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin dibagi menjadi empat faktor, salah satunya adalah faktor kepuasan finansial, yang merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.
Salah satu unsur pegawai yang mendukung upaya timbulnya rasa tenang dalam bekerja adalah melalui pemenuhan balas jasa (kompensasi) yang diperolehnya. Kompensasi merupakan hal yang penting, yang merupakan dorongan atau motivasi utama seorang pegawai untuk bekerja. Simamora (2004) menyebutkan terminologi-terminologi dalam kompensasi adalah upah dan gaji, insentif dan tunjangan. Walker (Marwansyah dan Mukarram, 2007), menyatakan bahwa: “Balas jasa (rewards) dapat pula dibedakan berdasarkan hubungannya dengan unjuk-kerja.   Beberapa bentuk jasa misalnya benefit, gaji pokok, bagi-hasil-hanya memiliki hubungan tidak langsung dengan unjuk-kerja karyawan. Balas jasa finansial; diberikan atas dasar unjuk-kerja meliputi antara lain merit pay, bonuses, dan special achievement awards”.
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kompensasi finansial dengan disiplin kerja adalah penelitian Pajar Sriawan dkk (2013). Hasil penelitiannya menunjukan bahwa variabel kompensasi finansial berpengaruh terhadap displin. Begitu juga dengan jurnal penelitian yang berkaitan dengan kompensasi dengan disiplin kerja yaitu Delli Mustopa, 2012 dengan judul: “Analisis Pengaruh Motivasi, Kompensasi, Dan Komitmen Karyawan Terhadap Disiplin Kerja Karyawan Rumah Sakit Daerah Banyuasin”, khusus untuk kompensasi termasuk di dalam nya mengenai kompensasi finansial, dimana kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja karyawan Rumah Sakit Daerah Banyuasin.
Peningkatan kemampuan bidan juga tidak kalah penting bagi bidan untuk meningkatkan disiplin kerja. Menurut Notoatmodjo (2012) kemampuan merupakan faktor dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Diperkuat dengan pendapat Robbin (2010) bahwa kemampuan  adalah bentuk tahu individu yang diperolehnya dengan penalaran, perasaan dan akal pikiran tentang segala sesuatu yang dihadapinya. Ketika individu sudah tahu, memahami kemudian melakukan tindakan, maka kompetensinya pun akan sesuai dengan tindakan dan pengetahuannya. Hasil penelitian Hayadi dan Kristiani (2006) di Bengkulu Selatan menyatakan kemampuan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kedisiplinan bidan dalam pelayanan kesehatan. Kemampuan individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan pengetahuannya. Hasil penelitian Salamuk dan Kusnanto (2006) di Semarang menunjukkan bahwa kemampuan berhubungan dengan disiplin bidan di puskesmas.
Kemampuan bidan yaitu pengetahuan, keahlian dan keterampilan akan menghasilkan mutu pelayanan kesehatan yang baik. Peningkatan kemampuan tersebut tidak hanya penting secara internal, akan tetapi juga secara eksternal karena akan tercermin dalam interaksi individu dengan lingkungan yang pada gilirannya turut membentuk citra individu tersebut di mata berbagai pihak di masyarakat. (Siagian, 2002).
Program peningkatan kemampuan tenaga kesehatan di Puskesmas Wilayah Bekasi khususnya bidan telah dilaksanakan sejak tahun 2010, seperti melalui program pendidikan bidan dan pelatihan, namun kualitas pelayanan kebidanan di Puskesmas Wilayah Bekasi belum menunjukkan perubahan yang berarti. Hal ini terbukti dengan 3.725 kasus maternal dan kematian ibu sebanyak 12 orang meninggal karena komplikasi kehamilan tidak tertangani dengan baik. Begitu juga dengan angka kunjungan ibu hamil diketahui sebanyak (103,38%) pada kunjungan pertama (K1) menurun menjadi (90,21%) pada kunjungan berikutnya (K4) (Profil Kesehatan Bangka, 2015).
Permasalahan lainnya di Puskesmas Wilayah Bekasi yaitu tingginya angka kematian ibu disebabkan pada ibu hamil yang berisiko tidak terdeteksi secara dini. Untuk itu bidan harus mampu menerapkan disiplin kerja dan terampil memberikan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan antenatal terpadu yang ditetapkan oleh setiap puskesmas Puskesmas Wilayah Bekasi. Dampak tidak tercapainya ANC terpadu adalah meningkatnya angka kematian ibu dan bayi dan menurunkan cakupan kunjungan pertama ibu hamil (K1), kunjungan keempat ibu hamil (K4), keterlambatan pelayanan rujukan untuk komplikasi obstetri dan semua perempuan dalam usia reproduksi tidak mendapatkan akses pencegahan dan penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman semakin  tinggi.
Pelaksanaan 14T di Puskesmas Wilayah Bekasi  belum berjalan sesuai standar pelayanan asuhan kebidanan yang sekarang sudah menjadi 14T, menurut survey terhadap 3 bidan yang bertugas di Puskesmas Wilayah Bekasi, program standar pelayanan asuhan kebidanan yang sedang dilaksanakan masih 10T, sedangkan 4T yang lain masih belum dilaksanakan sesuai standar pelayanan asuhan kebidanan yang baru. Bidan hanya melaksanakan asuhan kebidanan yang meliputi timbang berat badan dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, tentukan persentasi janin dan hitung DJJ, pemberian imunisasi TT, pemberian tablet Fe, 15 dan Konseling, sedangkan 3T yang belum dilaksanakan adalah tes laboratorium, terapkan status gizi, dan tatalaksana kasus. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena dari 25 orang bidan yang bertugas di Puskesmas Wilayah Bekasi hanya 12 orang bidan PNS dan 2 orang bidan desa yang pernah mengikuti pelatihan KIA yang terdiri dari ANC terintegrasi, KIPKA resusitasi, KB, ABPK, PWS-KIA dan APN, menyebabkan bidan kurang terampil dalam mengaplikasikan 14T pada pelayanan asuhan kebidanan pada ibu hamil yang datang berkunjung ke Puskesmas Wilayah Bekasi serta minimnya pengetahuan dan sikap/kepedulian bidan dalam melaksanakan 14T.
Untuk memperkuat dugaan mengenai belum optimalnya kompetensi bidan maka dilakukan wawancara pada bulan Agustus 2016 dengan beberapa bidan di 5 (lima) puskesmas Puskesmas Wilayah Bekasi yang cakupannya paling rendah, adapun beberapa permasalahan yang berkaitan dengan rendahnya kompetensi bidan diantaranya : 1) kemampuan dan pengalaman sebagai bidan masih belum maksimal sehingga ibu hamil lebih menyukai diperiksa kehamilannya oleh bidan senior atau ke rumah sakit yang mereka anggap lebih berpengalaman dan bersikap mengayomi. 2) Kualitas sumber daya kesehatan khususnya tenaga bidan menunjukkan adanya keberagaman dalam tingkat kemampuan diantara masing-masing bidan. Bidan belum seluruhnya mengikuti pelatihan penyelenggaraan pelayanan gawat darurat yang bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan (life saving) bagi ibu hamildan bayi baru lahir. 3) Penghargaan terhadap kemampuan mereka terlihat kegairahan disipilin dan motivasi bekerja menurun hal ini bisa dipahami karena sebagian bidan berstatus pegawai tidak tetap (PTT) dan belum ada kejelasan nasib mereka setelah pasca PTT berakhir. 5) Sikap bidan dalam memberikan pelayanan antenatal dirasakan kurang menyenangkan, terkadang bersikap acuh, dingin kurang ramah dan kurang sopan.6) peran pimpinan yang berhubungan langsung dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai bidan mengalami kejenuhan, terutama tugas-tugas yang bersifat administratif sehingga berdampak kepada angka cakupan dan mutu pelayanan antenatal.
Salah satu komponen Sumber Daya Manusia yang penting bagi pelayanan antenatal adalah bidan. Di wilayah kerja Puskesmas Wilayah Bekasi, bidan mempunyai peranan penting dalam rangka mencapai tujuannya, sehingga setiap bidan dituntut untuk bekerja secara maksimal dengan memberikan pelayanan secara efektif dan efesiensi. Alternatif untuk meningkatkan pemberdayaan para bidan tersebut adalah dengan meningkatkan disiplin kerja. Disiplin kerja akan sangat terkait dengan tata peraturan kerja yang disusun oleh puskemas. Tata peraturan tersebut akan menjadi acuan bagi bidan untuk menjadi pegangan bersama dan sekaligus untuk menyatukan dan menyelaraskan berbagai tujuan dan tata nilai individual yang dianut oleh para bidan.
Kurangnya ketaatan bidan mematuhi peraturan kerja mengindikasikan adanya kesadaran bidan yang rendah di lingkungan Puskesmas Puskesmas Wilayah Bekasi. Ketaatan peraturan dalam bekerja sangat berpengaruh terhadap komitmen kerja. Jumlah pelanggaran bidan dalam memberikan pelayanan yang terlampau banyak tidak saja memakan banyak biaya, tetapi juga berpengaruh negatif terhadap disiplin kerja jika orang-orang yang tidak terlatih harus menggantikan mereka yang berpengalaman, waktu menunggu yang terlampau lama bisa menimbulkan kebutuhan akan tambahan waktu untuk membereskan masalah dan supervisi pun harus meningkat.
Berdasarkan latar belakang di atas, mengingat pentingnya penerapan standar antenatal terpadu yang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh lingkungan kerja, komunikasi, motivasi bidan dan disiplin kerja terhadap komitmen bidan desa dalam penerapan standar asuhan 14 T di Puskesmas Wilayah Bekasi Tahun 2017.

1.2         Rumusan Masalah
   Studi pendahuluan tahap kedua juga peneliti lakukan pada bulan Agustus Tahun 2017 dengan cara wawancara kepada pengelola program di Seksi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) didapat informasi berdasarkan data yang ada kasus kematian ibu paling tinggi terjadi di Puskesmas Wilayah Bekasi tahun 2014 (7 dari 28 kasus) dan 2015 (12 dari 31 kasus), kematian neonatus dari 28 kasus (tahun 2014) meningkat menjadi 36 kasus (2015) sedangkan data cakupan program KIA menunjukkan capaian yang sudah memenuhi target yaitu K1 98,9% dari target 95%, K4 92,5% dari target 90%, komplikasi kebidanan yang ditangani 85,4% dari target 80%, cakupan KB aktif 76,1 dari target 70%.Status T2+ adalah 90,1, jumlah ibu hamil yang mendapat Fe 90 tablet sejumah 93,1%, deteksi risiko oleh tenaga kesehatan 70,5%. Ibu hamil diperiksa Hb 92,70%, anemia 30,4%, diperiksa lingkar lengan atas sejumlah 97,4%, ibu hamil menderita KEK 4,5%.
Kendala yang dihadapi sebagai penyebab keadaan ini disebutkan rendahnya kualitas pemeriksaan selama kehamilan yang belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, kemudian keterlambatan merujuk ke tenaga kesehatan atau ke rumah sakit bahkan keterlambatan penanganan di tempat rujukan. Hal-hal yang menyebabkan kematian ibu hamil dan bersalin maupun kematian bayi tersebut sangat erat dengan fungsi, tugas, disipilin kerja, motivasikerja dan kemapuan bidan di desa, kurangnya kualitas pemeriksaan selama kehamilan merupakan sesuatu yang tidak harus terjadi apabila setiap bidan tinggal di Poskesdes yang dibangun pemerintah di setiap desa, apabila setiap bidan selalu berada di tempat (Poskesdes), tentunya ibu hamil yang terdapat di desa tersebut dapat dengan mudah melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, minimal seperti yang dianjurkan (minimal 4 kali selama kehamilan dengan rincian 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III), penyebab lainnya adalah keterlambatan merujuk ke tenaga kesehatan atau rumah sakit.
Jumlah bidan yang ada 179 orang, 79 orang bertugas di puskesmas, 79 orang bertugas di desa dan sisanya adalah bidan praktik mandiri. Upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan kemampuan, motivasi kerja dan disiplin kerja bidan adalah melalui peningkatan jenjang pendidikan ke jenjang D3 Kebidanan, peningkatan kapasitas melalui kegiatan sosialisasi, orientasi dan pelatihan terkait kewenangan dan tugas Bidan baik oleh Dinas Kesehatan maupun lintas sektor lain.
Melihat kondisi diatas penulis menduga kemungkinan hal tersebut diakibatkan belum optimalnya disiplin bidan dalam penerapan standar antenatal terpadu. Oleh sebab itu permasalahan tersebut perlu diteliti lebih lanjut karena belum diketahuinya  pengaruh langsung dan tidak langsung antara lingkungan kerja, komunikasi, motivasi bidan dan disiplin kerja terhadap komitmen bidan desa dalam penerapan standar asuhan 14 T di Puskesmas Wilayah Bekasi Tahun 2017

1.3         Pertanyaan Penelitian
            Bagaimanakah pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran antara lingkungan kerja, komunikasi, motivasi bidan dan disiplin kerja terhadap komitmen bidan desa dalam penerapan standar asuhan 14 T di Puskesmas Wilayah Bekasi Tahun 2017

1.4         Tujuan Penelitian
1.4.1        Tujuan Umum
        Untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran antara lingkungan kerja, komunikasi, motivasi bidan dan disiplin kerja terhadap komitmen bidan desa dalam penerapan standar asuhan 14 T di Puskesmas Wilayah Bekasi Tahun 2017.

1.4.2   Tujuan Khusus
a.       Mengetahui pengaruh langsung dan besaran antara lingkungan  kerja terhadap komitmen bidan desa dalam penerapan standar asuhan 14 T di Puskesmas Wilayah Bekasi Tahun 2017
b.      Mengetahui pengaruh langsung dan besaran antara komunikasi terhadap komitmen bidan desa dalam penerapan standar asuhan 14 T di Puskesmas Wilayah Bekasi Tahun 2017
c.       Mengetahui pengaruh langsung dan besaran antara motivasi bidan terhadap komitmen bidan desa dalam penerapan standar asuhan 14 T di Puskesmas Wilayah Bekasi Tahun 2017
d.      Mengetahui pengaruh langsung dan besaran antara disiplin kerja terhadap komitmen bidan desa dalam penerapan standar asuhan 14 T di Puskesmas Wilayah Bekasi Tahun 2017
e.       Mengetahui pengaruh langsung dan besaran antara lingkungan  kerja terhadap disiplin kerja bidan desa dalam penerapan standar asuhan 14 T di Puskesmas Wilayah Bekasi Tahun 2017
f.       Mengetahui pengaruh langsung dan besaran antara komunikasi terhadap komitmen disiplin kerja desa dalam penerapan standar asuhan 14 T di Puskesmas Wilayah Bekasi Tahun 2017
g.      Mengetahui pengaruh langsung dan besaran antara motivasi bidan terhadap komitmen disiplin kerja desa dalam penerapan standar asuhan 14 T di Puskesmas Wilayah Bekasi Tahun 2017
h.      Mengetahui pengaruh langsung dan besaran antara lingkungan  kerja terhadap motivasi kerja bidan desa dalam penerapan standar asuhan 14 T di Puskesmas Wilayah Bekasi Tahun 2017
i.        Mengetahui pengaruh langsung dan besaran antara komunikasi terhadap komitmen motivasi kerja desa dalam penerapan standar asuhan 14 T di Puskesmas Wilayah Bekasi Tahun 2017
j.        Mengetahui pengaruh langsung dan besaran antara lingkungan  kerja terhadap komunikasi bidan desa dalam penerapan standar asuhan 14 T di Puskesmas Wilayah Bekasi Tahun 2017

1.5         Manfaat Penelitian
1.5.1        Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini tidak menghasilkan teori baru. Hanya membuktikan teori yang sudah ada.
1.5.2        Manfaat Metodologis
        Secara metodologis, penelitian ini tidak menghasilkan metodologi baru.
1.5.3        Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk melakukan perubahan dalam upaya melakukan perbaikan berdasarkan prioritas secara berkesinambungan            serta dapat membantu meningkatkan disiplin bidan dalam penerapan standar antenatal terpadu.

1.6         Ruang Lingkup Penelitian
            Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kepemimpinan, kompensasi, motivasi dan kemampuan, terhadap disiplin bidan dalam penerapan standar antenatal terpadu. Ruang lingkup penelitian ini ditujukan kepada Bidan Puskesmas yang ada di Puskesmas Wilayah Bekasi.
               Sampel penelitian ini adalah kepala puskesmas dan bidan yang bekerja di puskesmas Puskesmas Wilayah Bekasi sebanyak 112 responden terdiri dari 12 orang kepala puskesmas dan 100 orang bidan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 di Puskesmas yang ada di Puskesmas Wilayah Bekasi. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner untuk mengukur variabel penelitian tersebut. Analisis data yang digunakan dengan menggunakan Struktural Equation Modelling (SEM) melalui PLS.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Komitmen Bidan Dalam Penerapan Standar Asuhan 14 T
2.1.1 Definisi Komitemen
Komitmen Kerja secara umum dapat diartikan sebagai keterikatan perawat pada organiasasi dimana perawat tersebut bekerja. Komitmen dibutuhkan oleh organisasi agar sumber daya manusia yang komputen dalam organisasi dapat terjaga dan terpelihara dengan baik. Komitmen Kerja didefinisikan sebagai pengukur kekuatan perawat yang berkaitan dengan tujuan dan nilai organisasi (McNesee-Smith, 1996). Porter et al (1974) dalam Robbins (2003) menemukan pengaruh Komitmen Kerja terhadap kepuasan kerja.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, pengertian komitmen adalah perjanjian atau keterikatan untuk melakukan sesuatu; kontrak. Sedangkan, pengertian janji adalah perkataan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat. Jadi komitmen berarti memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan janji. Biasanya istilah komitmen digunakan untuk hal-hal penting.

BERSAMBUNG ..............



No comments:

Post a Comment

close